Selain telah merancang revisi keenam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 terkait dengan pengalihan status dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), pemerintah juga tengah menggarap peraturan tentang penerimaan negara dari bidang usaha batubara.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan, saat ini untuk IUPK di subsektor mineral, telah ada payung hukum berupa PP Nomor 37 Tahun 2018 tentang perlakuan perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang usaha pertambangan mineral. Namun, untuk bidang usaha pertambangan batubara, belum memiliki peraturan yang serupa. "Ya nanti kita lihat, yang jelas (PP No.37/2018) itu kan baru untuk mineral, yang batubara belum," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (13/11).
Berdasarkan draf usulan yang Kontan.co.id terima, dalam PP tersebut, nantinya PKP2B hanya akan membayar PPh Badan sebesar 25% dari yang sebelumnya 45%. Namun, penurunan PPh Badan itu diikuti dengan kenaikan Dana Hasil Batu Bara (DHPB) dari 13,5% menjadi 15? dan tambahan pajak 10% dari laba bersih. Adapun, pembagian PNBP pusat seebsar 4% laba bersih, dan bagian Pemda 6% laba bersih.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Rofianto Kurniawan tak menampik bahwa pembahasan yang saat ini tengah dilakukan adalah seputar PPh, pajak dari 10% laba bersih, juga mengenai DHPB.
Namun, ia bilang, saat ini angka dari sejumlah poin itu belum pasti, lantaran masih dalam proses pembahasan dengan sejumlah kementerian dan lembaga (k/l) terkait.
"Usulan dari ESDM, mereka yang menginginkan ada pengaturan tersebut. Poin-poin itu yang masih dibicarakan bersama antar kementerian dan lembaga, termasuk kira-kira penerimaan para pengusaha juga seperti apa, masih kita cocokan. Angkanya juga masih didiskusikan," terang Rofianto.
Menurut Rofianto, saat ini pembahasan ini melibatkan lintas kementerian, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Hukum dan HAM, juga Sekretariat Negara. Harapannya, PP ini bisa selesai berbarengan dengan revisi keenam dari PP Nomor 23/2010 yang ditargetkan selesai pada bulan ini. Meskipun untuk pelaksanaannya, ia menyebut baru bisa efektif pada tahun 2019 mendatang.
"Ya, khusus untuk perusahaan batubara. Kita upayakan 2018 ini selesai peraturannya. Pelaksanaannya mudah-mudahan bisa berjalan di 2019," imbuhnya.
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi berpendapat, adanya revisi keenam PP No.23/2010 dan akan diterbitkannya PP yang mengatur perpajakan usaha batubara, merupakan langkah yang realistis untuk menjamin kepastian investasi di sub sektor ini. Sehingga, kata Fahmy, PP mengenai perpajakan usha batubara dan perubahan PP No.23/2010 adalah dua hal yang tak terpisahkan, untuk membuat iklim usaha batubara yang lebih investment friendly.
Adapun, mengenai sejumlah angka dan poin dalam draft PP tersebut, Fahmy menilai bahwa perubahan tarif pajak itu relatif lebih adil diterapkan bagi perusahaan. Namun, di sisi lain, perubahan itu tidak menurunkan penerimaan pajak Pemerintah lantaran ada kenaikan tarif DHPB dan penambahan pajak terhadap laba bersih.
"Memang pajak badan PPh turun, menguntungkan investor, tapi ada tambahan pajak dari laba bersih. Kalau laba bersih meningkat, perolehan pajak juga akan meningkat. Bisa disebut mutual benefit," jelas Fahmy.
Di sisi lain, sebagai bagian dari PKP2B generasi pertama yang bersiap untuk menjadi IUPK, PT Adaro Energy dan PT Kideco Jaya Agung mengaku siap untuk mengikuti aturan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah. Namun, keduanya berharap agar regulasi yang akan diluncurkan ini tetap mempertimbangkan dinamika industri batubara.
"Kami berharap agar regulasi di industri batubara dapat membuat perusahaan-perusahaan nasional seperti Adaro tetap bisa eksis," kata Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk Febrianti Nadira.
Sementara menurut Managing Director & CEO Indika Energy Azis Armand, supaya kepastian dan persaingan usaha dapat berlangsung secara sehat, ia berharap agar penerapan dari kebijakan ini akan berlaku merata bagi semua pelaku usaha.
Namun, Azis masih enggan berkomentar lebih lanjut hingga peraturan ini benar-benar telah diberlakukan, termasuk soal perpanjangan kontrak dan pergantian status Kideco Jaya Agung dari PKP2B menjadi IUPK. "Saat ini masih terlalu dini untuk membicarakan langkah konkrit, juga mengenai perpanjangan perjanjian atau konversi menjadi izin," ujarnya.
Sumber : kontan.co.id (Jakarta, 13 November 2018)
Foto : Kontan
Pemerintah belum juga menerbitkan paket kebijakan Peraturan Pemerintah (PP) perihal izin pertambangan batubara dan penerimaan negara dari bidang usaha komoditas emas hitam tersebut.selengkapnya
Penerimaan pajak sektor pertambangan kembali mencatatkan kontraksi terdalam dibandingkan dengan sektor lain. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) realisasi penerimaan pajak dari sektor pertambangan sampai dengan akhir September 2019 sebesar Rp 43,21 triliun.selengkapnya
Pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang perlakuan perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam bidang usaha pertambangan batubara.selengkapnya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan kepatuhan pajak di sektor Sumber Daya Alam (SDA) atau industri ekstraktif seperti pertambangan batubara, masih sangat rendah. Hal ini perlu jadi perhatian, sebab ada potensi besar penerimaan dari sektor tersebut.selengkapnya
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) berupaya mencari solusi agar sengketa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang menimpa 11 perusahaan Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi III tidak harus melalui pengadilan pajak. "Penyelesaian sengketa pajak di pengadilan akan memakan waktu sehingga dapat membebani perusahaan," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubaraselengkapnya
Pemerintah akan menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan perusahaan batubara. Kendati tarif PPh badan akan dipangkas, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, tidak akan menurunkan penerimaan negara dari sektor pertambangan.selengkapnya
Pasangan suami-istri bisa memilih menjadi satu kesatuan dalam kewajiban pajak atau sebagai satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bila sebelumnya istri sudah memiliki NPWP, maka harus dihapuskan dan dialihkan ke suami. Bagaimana caranya?selengkapnya
Selain lolos dari sanksi pidana pajak, Wajib Pajak (WP) peserta Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) akan diberikan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) oleh pemerintah. Insentif ini dapat diperoleh jika pemohon melakukan balik nama atas harta berupa saham dan harta tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan.selengkapnya
Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak hingga saat ini masih tergolong rendah. Tercatat, hingga saat ini tax ratio Indonesia hanya mencapai kurang 12 persen, lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.selengkapnya
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi menegaskan, program pengampunan pajak (tax amnesty) bukan merupakan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak (WP). WP berhak untuk memilih pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dengan aturan main yang berbeda, salah satunya mengenai pengusutan nilai wajar harta.selengkapnya
Anda adalah pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan dan ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi? Ada cara mudah yang bisa Anda lakukan. Saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (30/3/2016), Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang Dua, Dwi Astuti memberikan langkahnya. Jika status Anda dan suami atau istriselengkapnya
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menargetkan sebanyak 69 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) dapat terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajik (NPWP). Simak cara validasi NIK jadi NPWP jelang pelaporan SPT Tahunan.Hingga 8 Januari 2023, DJP mencatat baru 53 juta NIK atau 76,8 persen dari total target yang baru terintegrasi. Melalui integrasi, nantinya pelayanan dapat lebihselengkapnya
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menghimbau agar wajib pajak melakukan validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebelum pelaporan SPT Tahunan 2022. Hal ini sejalan dengan sudah mulai diterapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022. Dalam PMK yang menjadi aturan turunan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 danselengkapnya
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, insentif fiskal yang diberikan tahun 2022 lalu bakal berlanjut di tahun 2023. Stimulus fiskal itu di antaranya insentif pajak penjualan barang mewah ditanggung pemerintah ( PpnBM DTP) untuk sektor otomotif maupun insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti.selengkapnya
Setoran pajak korporasi dalam beberapa tahun ke belakang menjadi tumpuan penerimaan pajak penghasilan (PPh). Seiring pemulihan ekonomi, otoritas pajak mulai mencari sektor usaha yang berpotensi memberikan sumbangsih besar di tahun depan.selengkapnya
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah akan mengurangi insentif pajak secara bertahap seiring dengan perbaikan dan pemulihan ekonomi nasional.selengkapnya
Isu perubahan iklim tak bisa diremehkan oleh siapapun. Pemerintah pun mulai menerapkan pajak karbon pada tahun depan. Para pelaku industri perlu mencermati dampak pengenaan pajak tersebut.selengkapnya
Pemerintah telah mengusulkan pengenaan pajak karbon kepada Panita Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) Komisi XI DPR.selengkapnya
Penerimaan perpajakan 2022 ditargetkan sebesar Rp1.510 triliun dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2022. Nilai ini naik Rp3,1 triliun dari penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2022 yang sebelumnya dibacakan Presiden Jokowi sebelumnya dalam Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2021.selengkapnya
Masyarakat jangan kaget bahwa tahun depan akan ada rencana pengenaan cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan pada tahun 2022.selengkapnya
Ada wacana cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan akan diterapkan pada 2022. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah saat Rapat Panja Banggar DPR RI bersama pemerintah, Kamis 9 September 2021.selengkapnya