Industri rokok dalam negeri meminta pemerintah tidak terburu-buru dalam memutuskan tarif cukai rokok untuk 2019. Sebab kenaikan cukai selama ini telah menggerus pertumbuhan industri.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Muhaimin Moefti mengatakan, kenaikan cukai yang rata-rata melebihi 10 persen semakin memperparah kondisi industri rokok. Sejak 2016, pertumbuhan industri ini melambat 2 persen tiap tahunnya.
"Ini harus dicatat, beberapa tahun ini industri ini tidak ada perkembangan, bahkan menurun. Menaikkan tarif cukai misalnya di atas 10 persen bisa menjadi kegaduhan di dalam industri," ujar dia di Jakarta, Senin (29/10/2018).
Jika pemerintah kembali menaikkan tarif cukai rokok di atas 10 persen pada tahun depan, maka bukan hanya akan memukul sektor industri tetapi juga kembali menyuburkan peredaran rokok ilegal di dalam negeri.
Hal tersebut, lanjut Muhaimin, akan menambah beban bagi industri hasil tembakau. Dampak negatif terbesarnya yaitu pengurangan tenaga kerja (PHK) yang dilakukan pabrikan rokok.
"Peredaran rokok ilegal yang sudah turun dari 12 persen menjadi 7 persen kemungkinan akan marak lagi. Harus diperhitungkan juga bahwa industri ini menyangkut kehidupan 6 juta orang dari petani dan buruh," kata dia.
Sementara itu, Ketua Gabungan Perserikatan Rokok Indonesia (Gappri), Ismanu Soemiran mengatakan pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang kondusif bagi IHT.
"Kalau pemerintah terus naikkan lagi, secara kuantitas (jumlah pabrik) akan turun drastis," ungkap dia.
Saat ini, dari 600 pabrikan rokok yang memiliki izin, hanya 100 pabrikan yang masih beroperasi setiap harinya. Tidak beroperasinya ratusan pabrik tersebut turut berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Dari 600 ribu karyawan, kini yang tersisa tinggal 450 ribu pekerja.
"Pemerintah cari target penerimaan yang lain dan jangan cukai rokok terus yang dinaikkan. Ini sudah sampai titik kulminasi. Kurva pertumbuhan sudah turun," tandas dia.
Sumber : liputan6.com (Jakarta, 29 Oktober 2018)
Foto : liputan6.com